Kekuatan Adat Sijunjung Mempengaruhi Peningkatan Mutu Ketenagakerjaan dan SDM


Penulis: Mutia Rahmi,S.Pd (Staff Pembangunan Nagari Pemerintahan Nagari Bukit Bual)

SIJUNJUNG.MINANGTIME.COM, OPINI - Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan. SDM juga merupakan kunci yang menentukan perkembangan perusahaan. Pada hakikatnya, SDM berupa manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan organisasi itu.


Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang karyawan bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekadar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.


Meneurut Muhammad Yusuf ( 2016 ) Pengertian SDM dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengertian mikro dan makro. Pengertian SDM secara mikro adalah individu yang bekerja dan menjadi anggota suatu perusahaan atau institusi dan biasa disebut sebagai pegawai, buruh, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain sebagainya. Sedangkang pengertian SDM secara makro adalah penduduk suatu negara yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang belum bekerja maupun yang sudah bekerja.


Sementara itu, Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan setelah selesai masa hubungan kerja, baik pada pekerjaan yang menghasilkan barang maupun pekerjaan berupa. Dari aspek hukum ketenagakerjaan merupakan bidang hukum privat yang memiliki aspek publik, karena meskipun hubungan kerja dibuat berdasarkan kebebasan para pihak, namun terdapat sejumlah ketentuan yang WAJIB tunduk pada ketentuan pemerintah dalam artian hukum publik.


Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan dijelaskan bahwa Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tenaga kerja baik pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Peraturan tersebut dilandasi dengan tujuan  sebagai berikut:


1.Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi


2.Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan  tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah


3.Memberikan pelindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan


4.Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya


Pasal 5 UU 13/2013 menegaskan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan tanpa adanya diskriminasi. Lebih lanjut, tenaga kerja dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:


(a).Tenaga kerja yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu atau khusus yang diperoleh dari bidang pendidikan. Sebagai contoh: dosen, dokter, guru, pengacara, akuntan dan sebagainya.


(b).Tenaga kerja yang memiliki keahlian pada bidang tertentu atau khusus yang diperoleh dari pengalaman dan latihan. Sebagai contoh: supir, tukang jahit, montir dan sebagainya.


(c).Tenaga kerja yang mengandalkan tenaga, tidak memerlukan pendidikan maupun pelatihan terlebih dahulu. Sebagai contoh: kuli, pembantu rumah tangga, buruh kasar dan sebagainya.


Berdasarkan data penduduk hasil Sensus Penduduk 2010, selama sepuluh tahun terakhir terdapat kecenderungan peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Sijunjung, hal ini dapat dilihat selisih antara jumlah penduduk tahun 2009 dan 2000 sebanyak 30.491 Jiwa atau mengalami rata-rata pertumbuhan  sebesar 1,9%.


Kecamatan yang mengalami pertumbuhan penduduk cukup besar yaitu Kecamatan IV Nagari dan Kamang Baru dengan rata-rata pertumbuhan 2.99 dan 2,93 .% dan terendah yaitu Kecamatan Lubuk Tarok yang mengalami pertumbuhan penduduk hanya 1,13%. Penyebaran penduduk di masing-masing kecamatan belum merata, jumlah penduduk tertinggi berada di Kecamatan Kamang Baru yang merupakan pusat aktivitas ekonomi dengan jumlah 41.375 jiwa  sedangkan  jumlah  penduduk terkecil  yaitu  Kecamatan  Kupitan dengan jumlah  penduduk  12.540  jiwa.


Berdasarkan data  jumlah  penduduk di Kabupaten  Sijunjung,  kepadatan penduduk bruto terbesar terdapat di Kecamatan Koto VII (241,70 Jiwa/Km2) kemudian Kecamatan Kupitan yaitu 179,77 Jiwa/Km2. Sedangkan untuk kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Sumpur Kudus yaitu 35,10 jiwa/Km2 dan Kecamatan Kamang Baru sebanyak 46,67 jiwa/Km2.


Sedangkan kepadatan netto/kepadatan lingkungan pemukiman terbesar terdapat di Kecamatan Tanjung Gadang (117,62 jiwa/ha) dan terkecil terdapat di Kecamatan Kamang Baru (44,4 jiwa/ha).


Penduduk Kabupaten Sijunjung sebagian besar merupakan suku Minangkabau  yaitu  186.176  jiwa  (92.33%),  lainnya  adalah  penduduk dengan suku bangsa Jawa, Batak, Kerinci dan Melayu. Keanekaragaman suku bangsa ini telah mampu memperluas khasanah budaya di Kabupaten Sijunjung.


Kembali ke sistem pemeritahan nagari salah satu tujuannya adalah untuk mempertahankan adat isitiadat yang ada di nagari, yang sampai saat ini dinilai berjalan cukup efektif. Sebagaiman masayarakat Minangkabau lainnya, masyarakat Kabupaten Sijunjung sangat terkenal dan teguh dalam menjalankan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Ini artinya masyarakat menjalankan agama beriringan dengan mempertahankan adat istiadatnya.


Suatu hal menarik yang bisa  menjadi modal bagi Kabupaten Sijunjung dalam menjalankan pembangunan adalah sebuah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa masyarakat melalui sub-suku yang ada pada masing- masing nagari dalam Kabupaten Sijunjung ternyata mempunyai hubungan kultural/adat/tali persaudaraan antara satu nagari dengan nagari lainnya. Jika kenyataan ini terus digali dan disosialisasikan keberadaanya kepada tiap  masyarakat dalam  nagari maka  hal ini akan menjadi modal sosial pemersatu masyarakat dalam Kabupaten Sijunjung. Selain itu masyarakat dalam kesehariannya juga masih melakukan aktifitas dalam rangka mempertahankan budaya seperti kegiatan randai, tari, Baillau, batobo, berkaul adat, dan lainnya.


Tetapi dibalik modal pemerintahan nagari dan istiadat, ada terdapat beberapa tantangan lain dalam konteks SDM dan ketenagakerjaan di kabupaten Sijunjung diantaranya adalah informalitas, gender, dan pekerja anak. International Labour Organization (ILO) mendefinisikan sektor informal sebagai kegiatan ekonomi dan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, perusahaan, maupun unit usaha yang dilakukan di luar kerangka hukum atau berada di luar kegiatan perekonomian modern. Ihwal itu perlu membutuhkan terobosan yang lebih kekinian untuk memberikan kesempatan yang sama terhadap perempuan. Sejogjanya budaya matrealistik yang ada di Kabupaten Sijunjung penunjang untuk memberikan kesempatan dari setara gender dalam ketenagakerjaan, pasalnya UMKM hampir merata pelaku utama adalah kaum perempuan.


Namun, secara etimologi pasar tenaga kerja tidak mempertemukan penawaran tenaga kerja oleh rumah tangga dengan permintaan tenaga kerja hendaknya sama atau mengarah apa yang dilakukan oleh perusahaan. Sejatinya SDM yang ada di UMKM dalam peningkatan mutu untuk melakukan penawaran tenaga kerja dengan terukur seperti jumlah jam kerja yang ingin ditawarkan dan bisa dipenuhi oleh pekerja pada tingkat upah atau gaji tertentu. Permintaan tenaga kerja merupakan turunan dari kebutuhan perusahaan untuk memproduksi output. Semakin tinggi output yang ingin dihasilkan sebuah perusahaan, permintaan tenaga kerjanya akan semakin tinggi juga.


Kondisi pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh banyak hal, baik secara makroekonomi maupun mikroekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi, struktur penduduk, dan arus migrasi adalah beberapa contoh yang mempengaruhi kondisi pasar tenaga kerja secara makro. Di sisi lain, keputusan pekerja untuk masuk ke pasar kerja, keputusan perusahaan untuk menawarkan pekerjaan, serta negosiasi dan transaksi antar keduanya menentukan keseimbangan pasar tenaga kerja dalam konteks mikro. Kesiapan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia yang ditunjukkan dengan employability, menjadi prasyarat untuk sukses di pasar tenaga kerja. Meskipun demikian, pasar tenaga kerja yang inklusif juga diperlukan untuk menjamin kesempatan bagi penduduk usia kerja dengan berbagai keunikannya. Kelompok usia kerja tertentu, seperti kelompok berkebutuhan khusus, sering kali kesulitan mendapatkan pekerjaan. Kabar baiknya, Indonesia sudah punya aturan yang menjamin kesempatan kerja untuk rekan-rekan berkebutuhan khusus.


Setidaknya, kurun waktu untuk mencapai SDGs berujung pada tahun 2030. Pengelolaan SDM dan ketenagakerjaan yang berorientasi ke masa depan menjadi sangat diperlukan; mengingat dalam kurun waktu tersebut, cepatnya perubahan teknologi, munculnya industri 4.0, dan datangnya generasi baru di pasar tenaga kerja menambah dinamika di area ini. Banyak lembaga merilis daftar keterampilan yang dibutuhkan di masa depan, seperti berpikir kritis dan analitis, kreatif, kecerdasan emosional, pengambilan keputusan, keterampilan teknologi, dan merangkul perubahan. Pengelola SDM perlu mengintegrasikan keterampilan tersebut dalam proses penyiapan dan peningkatan mutu sumber daya manusia dengan pola kekuatan adat dan budaya.

0 Komentar